Jumat, 02 Maret 2012

Sejarah Maros


Pada awalnya, di daerah Maros hanya terdapat sebuah kerajaan yg cukup besar bernama Kerajaan Marusu dengan batas batas meliputi: bagian selatan berbatasan dgn kerajaan Gowa/Tallo,bagian utara berbatasan dengan Binanga Sangkara’ ( batas kerajaan Siang),bagian timur berbatsan dengan daerah pegunungan ( Lebbo’ Tangngae )dan pada bagian baratnya berbatasan dengan Tallang Battanga ( Selat Makassar ).

Kerajaan Marusu pada waktu itu,hidup berdampingan dengan damai dgn kerajaan kerajaan tetangga ,seperti Gowa, Bone,luwu dll.keadaan tersebut, berlangsung terus menerus hingga masuknya intervensi Kompeni Belanda.seiring kekalahan kerajaan Gowa/Tallo dibawah pemerintahan I Mallombassi Dg Mattawang Karaeng Bonto Mangngape’ atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Hasanuddin oleh Kompeni Belanda dibawah pimpinan Admiral Speelman.
Dimana ,atas kekalahannya tersebut Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani suatu perjanjian perdamaian pada tgl 18 November 1667 yg dinamakan ” Cappaya ri Bungaya ” atau ” Perjanjian Bungaya “.yg terdiri atas beberapa pasal, dan salah satunya mengatakan ” bahwa negeri negeri yg telah ditaklukan oleh kompeni dan sekutunya ,harus menjadi tanah milik kompeni sebagai hak penaklukan “.

Oleh karena itu, kerajaan marusu yg merupakan sekutu dr gowa yg berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Bone di bawah pimpinan Arung Bakke,Arung appanang dan arung bila atas nama arung palakka yg merupakan sekutu dari kompeni,lmbat laun mulai dikuasai oleh kompeni belanda.
Puncaknya terjadi pd awal tahun 1700,tepatnya pd masa pemerintahan Kare Yunusu sultan Muhammad Yunus Karaeng Marusu VII. dimana pd masa pemerintahan beliau,marusu tdk lagi menjadi suatu kerajaan yg besar, sebab oleh belanda ,marusu menjadi daerah jajahan dalam bentuk ” regentschap”dimana raja marusu hanyalah merupakan raja tanpa mahkota( onttrondevorsteen)
artinya”walaupun raja raja marusu berhak mengatur pemerintahannya sendiri dan diangkat sesuai garis keturunan dan secara adat marusu, namun pengankatan raja raja itu harus mendapat persetujuan dr pihak belanda.selain itu , kerajaan marusu yg tadinya cukup luas kini menjadi kerajaan kecil dgn tersisa 36 kampung yg mnejadi kekuasannya.dan pada bekas2 wilayahnya itu berdiri beberapa kerajaan kecil, seperti : kerajaan Bontoa,tanralili,turikale,simbang,raya dan lau’.
Melihat keadaan yg demikian Kare yunusu lalu menyerahkan tahta kepada La mamma dg marewa diwettae mattinroe ri samanggi yg merupakan keturunan dari I maemuna dala marusu adik kandung dari karaengta barasa sultan muhammad ali raja marusu VI ayahanda beliau yg diperisterikan oleh La patau matanna tikka sultan alimuddin idris raja bone mattinroe ri nagauleng.

Di masa pemerintahan La mamma dg marewa ini,beliau berusaha mengajak raja raja tetangga yg baru berdiri itu,untuk membentuk suatu wadah persatuan guna bersama sama saling bahu membahu dalam segala hal,terutama dalam rangka mengantisipasi segala macam gangguan / intervensi dari pihak pihak lain ,terutama dari pihak belanda.
Pada awalnya ,ajakan dari La mamma dg marewa ini ,ditolak oleh raja2 tetangga,karena menganggap itu adalah akal akalan La mamma saja untuk menghuasai kembali wilayah marusu yg sudah terpecah pecah itu.namun,berkat diplomasi yg baik .akhirnya terbentuklah suatu wadah persatua yg bernama ” TODDO LIMAYYA RI MARUSU ” ( persatuan adat lima kerajaan ). ,terdiri atas; marusu,simbang,bontoa,tanralili,turikale,dan raya.

1.KERAJAAN MARUSU
Berdiri pada sekitar abad ke 15 oleh seorang raja yg diyakini sebagai seorang tumanurung bergelar ” karaeng loe ri pakere “.

Berdasarkan lontara patturioloanna tu marusuka ,beliau ini tidak mempunyai keturunan dan nama isterinya juga tdk diketahui,namun dlm lontara tersebut menyebutkan ,bahwa beliau mempunyai seorang putri angkat yg juga merupakan seorang tumanurung bergelar tumanurunga ri pasandang.yg lalu dikawinkan dengan seoarang timanurung dari daerah luwu bergelar” tumanurung ri asa’ang.dan melahirkan seorang putra yg bernama i sangaji ga’dong yg setelah dewasa naik tahta menjadi karaeng marusu II menggantikan karaeng loe ri pakere.
ketika karaeng tumapa’risika kallonna raja gowa IX yg memerintah sekitar tahun 1510-1546 melakukan eksvansi perluasan wilayah dgn menyerang dan menguasai negeri negeri sekitarnya, kerajaan marusupun tak luput dari serangan tersebut.namun, dalam serangan pertama tersebutberhasil di bendung oleh laskar laskar kerajaan marusu sehingga laskar laskar gowa harus pulang dgn tangan hampa.tetapi,pada serangan berikutnya laskar laskar marusu kesulitan untuk membendungnya yg mana pada akhirnya terjadi traktat persahabatan antara karaeng loe ri pakere raja marusu I dgn karaeng tumapa’risi kallonna raja gowa IX.dan semnjak saat itulah marusu menjadi sekutu dan sahabat dari kerajaan gowa.

Namun,pada masa pemerintahan i mappasomba dg nguraga karaeng patanna langkana tumenanga ribuluduayya raja marusu IV,kerajaan marusu justru mengangkat senjata melawan kerajaan gowa.ini dikarenakan ipar beliau I mangngayoang berang karaeng pasi raja tallo III yg memperisterikan adik beliau I pasilemba tu mammalianga ri tallo berperang melawan gowa. sehingga atas dasar kekeluargaan I mappasomba dg nguraga terpaksa berdiri dipihak tallo.yg mana pada akhirnya peperangan ini berakhir dgn damai yg melahirkan suatu sumpah mengatakan ” iya iyanamo ampasiewai gowa na tallo iyamo ricalla dewata ” artinya ” barang siapa yg memperselisihkan gowa dan tallo akan dikutuk oleh yg maha pencipta ”
Semenjak saat itu tiada lagi peperangan antara gowa dan tallo ,bahkan timbul tradisi raja raja gowa menjadi raja di gowa dan raja raja tallo menjadi tumabbicara butta ri gowa ( mangkubumi ) .sedangkan kerajaan marusu tetap menjadi sekutu dan sahabat dr gowa yg senantiasa membantu gowa dalam setiap eksvansi perluasan wilayah yg dilakukan oleh kerajaan gowa.

2.KERAJAAN TANRALILI
Tanralili berasal dari kata ” tenri dan lili ” yg berarti tk dapat ditundukkan, dikatakan demikian karena daerah ini terkenal akan wataknya yg keras dan pemberani.
Didirikan pertama kali oleh bangsawan bone bernama la mappaware dg ngirate batara tanralili bulu’ ara’na bulu YG MERUPAKAN KETURUNAN DARI lA PATAU MATANNA TIKKA SULTAN ALIMUDDIN IDRIS MATTINROE RI NAGA ULENG RAJA BONE XVI. pada sekitar tahun 1700.

3.KERAJAAN TURIKALE
Berdiri pd sekitar tahn 1700 oleh I mappiare dg mangngiri putra raja gowa / tallo i mappau’rangi karaeng boddia sultan sirajuddin.
dikatakan turikale ( orang dekat/kerabat dekat )sebab,bangswan yg pertama kali membuka derah ini adalah putra raja gowa sendiri.
Namun pendapat kedua mengatakan , behwa penamaan turikale, dikarenakan raja raja yg memerintah di turikale mejalin hubungan yg dekat dengan pihak belanda, namun pendapat ini banyak mendapat tentangan, sebab tdk semua raja raja turikale yg menjalin hubungan yg dekat dgn belanda.bhkan banyak diantanya yg sangat anti terhadap belanda.

4.KERAJAAN SIMBANG
Dikatakan simbang ( batas ) sebab,terletak antara kerajaan gowa dan bone.namun menurut A fachri makkasau dlm bukunya berjudul ” kerajaan kerajan di maros dalam lintasan sejarah ” mengatakan bhwa ” simbang berasal dari kata ” sembang ” yg artinya ” menggantungkan di bahu . dikatakan demikian sebab, pada saat karaeng ammallia butta pertama kali datang menbuka daerah ini, beliau menggantungkan regelia/kalompoang yg dibawanya dari gowa di bahunya , sehingga rkyat setempat memberinya gelar karaeng sembang, yg lalu berubah bunyi menjadi ” simbang ”
Kerajaan ini berdiri pada sekitar awal tahn 1700 oleh la pajonjongi petta sanrimana belo karaeng ammallia butta ri marusu yg merupakan bangsawan gowa bone ,putra dari la pareppa tosappewali sultan ismail tumenanga nga ri somba opu

5.KERAJAAN BONTOA
Berdiri pada tahun 1700 oleh I mannyarrang seorang bangsawan dr daerah bangkala putra dari I pasairi dg mangngasi karaeng labbua tali bannangna raja bangkala dari isterinya I daeng takammu karaeng bili’ tangngayya putri dari I monriwagau daeng bonto karaeng lakiung tunipallangga ulaweng raja gowa X ( 1546-1565)
Muh aspar ddalam artikelnya ,berjudul ” riwayat gallarang bontoa ” menulis bahwa , daerah ini sebelumnya merupakan wilayah yg dikusai oleh karaeng marusu,sebagaimana yg diriwayatkan pleh J.A.B. Van De Broor tentang Randji silsilah regent Van bontoa ( 1928 ). yg mana beliau meriwayatkan I mannyarrang sebagai utusan dr raja gowa untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaan gowa.sehingga, karaeng marusu mempersilahkan I mI manyarrang membuka daerah baru yg mnjadi kekuasaan gowa.namun, dalam lontara sejarah karaeng loe ri pakere yg di tulis andi syahban masikki,1889 oleh W cumming reppaading the histoies of naros choronicle tdk menempatkan bontoa sebagai wilayah yg dikuasai marusu.

6.KERAJAAN LAU’
Berdiri pd sekitar tahun 1800 oleh La abdul wahab pagelipue dg mamangung mattinroe ri laleng tedong putra dari La mauraga dg malliungang datu mario ri wawo
,cucu dari WE tenri leleang sultanah aisyah datu tanete
pajung luwu XXVI myangattinroe ri soreang.diperisterikan oleh La malliongang datu limpmattinroe ru sapirie. pajung luwu XXVI mattinroe ri soreang yg diperisterikan oleh I usu***

sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2010/08/18/toddo-limayya-asal-muasal-kabupaten-maros-propinsi-sulawesi-selatan/
>>>/// Posting. Olank

Catatan Pengantar Tidur (Memperjuangkan kesenian atau….?)


Ketika suatu saat teman-teman memiliki kesempatan berkunjung kesalah satu kota di pulau jawa , taruhlah itu Yogyakarta, maka kita akan menemukan begitu besar jarak dan ruang perbedaaan perkembangan kesenian disana dengan di kota ini (Maros), mungkin muncul pertanyaan “ kenapa itu bisa tejadi?” pertanyaan inilah yang coba penulis jawab dalam tulisan kali ini.
Mudah-mudahan kita sepakat bahwa semua orang memiliki jiwa seni, namun tidak semua orang mampu mengembangkannya, artinya tidaklah semua orang mampu menyalurkan bakat yang ia miliki dalam dirinya untuk mengembangkannya.
Seni merupakan milik semua kalangan, baik dari kalangan paling bawah, tengah maupun kalangan atas. Seni milik masyarakat bukan cuma milik beberapa kelompok atau komunitas, menurut seniman sekaligus penyair WS. Rendra seni merupakan pendidikan bagi masyarakat, jadi seharusnyalah kita mengembalikan seni itu ke pada masyarakat luas.
Penulis kembali kepertanyaan diawal tulisan ini.
Ditahun 2005 ketika saya berkesempatan mengikuti sebuah Festival Teater Mahasiswa Nasional (FESTAMASIO) di Universitas Gajah Mada, saat itu yang menjadi panitia acara dari Teater Gajah Mada. Selama berada disana saya menyempatkan diri menikmati suasana kota Yogyakarta saat itu, mencoba mengamati budaya dan kesenian disana. Dari pengamatan itu, nampak jelas perbedaan perkembangan kesenian disana, saya sempat berdiskusi dengan kawan-kawan seniman yogya, dari hasil diskusi itu saya menemukan perbedaan ‘iklim berkesenian’ yang mereka ciptakan dengan kami dari daerah.
Bertolak dari kalimat ‘seni untuk masyarakat’ memang benar adanya, para seniman Yogyakarta saling bekerjasama dalam membesarkan kesenian, sehingga masyarakat yogya betul-betul menikmati kesenian yang disajikan para pekerja seni. Dalam mencipta seni tidak ada sekat-sekat antara kelompok satu dengan yang lainnya, mereka lebur dalam satu ikatan, seniman Yogyakarta.  
Hal itu tidak terlihat di daerah saya, Maros, salah satu kabupaten terdekat dengan kota Makassar. Saya melihat bahwa selama ini kami mencipta seni hanya semata-mata membesarkan kelompok masing-masing (sanggar) tanpa pernah berfikir bahwa seni merupakan milik bersama, milik masyarakat bukan milik para seniman dan mahasiswa (mudah-mudahan saya keliru dalam hal ini).
Sehingga apa yang menjadi perjuangan selama ini, sulit mendapatkan ending yang bagus. Pemerintah yang diharapkan agar bisa memperhatikan kesenian bahkan  bisa menempatkan kesenian sebagai daya tarik parawisata Kab. Maros tidak akan pernah terjadi. Ini karena kekeliruan berfikir dalam menghidupkan kesenian di Kab. Maros, kami cuman sibuk membesarkan kelompok masing-masing.
Harapan saya mudah-mudahan melalui tulisan ini kita dapat memetik pelajaran, tentang bagaimana seharusnya kita mencipta seni, sudah saatnya kita merubah pola pikir dalam penciptaan  seni. Saya juga berharap agar saudara-saudara di Sanggar Seni Budaya Lontara dapat mengambil pelajaran, apa yang menjadi kegelisahan kita selama ini dan bisa terobati.
Langkah yang kita lakukan selama ini dalam mencipta seni mudah-mudahan bukan hanya untuk memperjuangkan sanggar kita sendiri, melainkan memperjuangkan nasib kesenian di Kab. Maros. Agar kesenian di kota Maros dapat menjadi kuat hingga mampu mendesak Pemerintah untuk memperhatikan kesenian seperti yang kita perjuangkan bersama-sama.
Diakhir tulisan ini sa meminta maaf  apabila dalam penyampaian kali ini ada kata atau kalimat yang tidak berkenan di hati para pembaca, tulisan ini semata-mata hanya untuk mengajak kepada saudara-saudara insan seni untuk bersama berjuang membesarkan kesenian ri butta marusu’.
////>>> Posting. Olank

Asal –Usul Nama Aksara Lontarak


Saat pertama diciptakannnya aksara lontarak oleh Daeng Pamatte pada abad 14 silam, aksara ini bernama huruf jangang-jangang atau dalam bahasa Makassarnya “hurupuk jangang-jangang” karena bentuknya menyerupai burung, kemudian berubah bentuk menjadi lontarak belah ketupat karena memang bentuknya menyerupai belah ketupat atau biasa disebut juga lontarak Makassar.
Pada abad 14 saat itu masyarakat gowa belum mengenal kertas sebagai media untuk menulis, walaupun saat itu sudah ada aksara yang dipakai dalam berkomunikasi.
Sebenarnya penulisan aksara lontarak ini bisa dituliskan pada media apa saja, baik itu batu, kayu, kulit hewan maupun daun-daunan. Pada nisan kuno, kebanyakan tulisan ditulis dalam aksara lontarak. Juga pada kayu, hanya saja usia kayu terbatas sehingga banyak yang lapuk. Kemudian dicarilah media yang mudah dan praktis yang bisa dipakai untuk surat menyurat dalam pemerintahan saat itu.
Setelah dicari media yang cocok untuk menuliskan aksara ini, maka ditemukanlah  daun lontarak yang merupakan tumbuhan khas masyarakat Gowa saat itu yang sekaligus dijadikan lambang kejantanan bagi kaum lelaki.(Pustaka Refleksi)
Oleh karena penulisan aksara belah ketupat ini umumnya menggunakan daun lontarak, sehingga masyarakat Makassar saat itu memberinya nama dengan aksara lontarak, artinya aksara yang ditulis dalam daun lontarak. Dari situlah nama aksara lontarak berasal dan digunakan hingga saat ini.
///>>> Posting. Olank

SEJARAH AKSARA LONTARAK



Sebelum  membahas sejarah lontarak, terlebih dahulu penulis menjelaskan keberadaan Kerajaan Gowa sebelum lahirnya lontarak.
Berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah keberadaan Kerajaan Gowa ditetapkan pada tahun 1320. Momen tersebut diambil pada saat pemerintahan Raja Gowa pertama Tumanurung. Pusat Kerajaan Gowa pada saat itu beada di Bukit Tamalate (sekitar makam Sultan Hasanuddin sekarang).
Menurut para ahli sejarah, sebelum tahun 1320, Gowa sudah ada dan sistem pemerintahan pun sudah ada namanya Gowa Purba. Pada masa Gowa Purba belum dikenal dengan aksara lontarak, begitu pula dimasa pemerintahan Tumanurung, namun pada masa itu sudah ada aksara yang bisa dipakai menulis kejadian ataupun peristiwa .
Pada masa pemerintahan Majapahit sudah ada pengaruhnya sampai ke tanah Gowa, ini terbukti dengan adanya nama Batayang (Kab. Bantaeng) dan Makassar, sudah tercantum dalam buku bahasa Sansekerta yang sudah tercatat dalam buku Negarakartagama. (Pustaka Refleksi)
Barulah pada abad 14 silam, tepatnya pada pemerintahan Raja Gowa IX Deang Matanre Karaeng Manguntungi yang lebih tersohor dengan gelar Karaeng Tumapakrisik Kallonna (1530-1547), kebangkitan rakyat Gowa ditandai dengan lahirnya aksara lontarak oleh Daeng Pamatte salah seorang putra terbaik Gowa saat itu. Penciptaan aksara lontarak itu diawali oleh keinginan Karaeng Tumapakrisik Kallonna untuk menciptakan aksara yang bisa digunakan sebagai media komunikasi, hal ini juga membawa pengaruh perkembangan pendidikan bagi rakyat Gowa. Mengingat pada masa itu juga Benteng Somba Opu merupakan bandar niaga internasional. Sehingga menjadi tujuan pedagang-pedagang dari luar negeri, dan bukan hanya itu, sebagian besar dari pedagang-pedagang luar negeri  sudah membuka perwakilan dagang di Gowa.
Kemudian keinginan Baginda Raja inilah yang dirapatkan oleh seluruh pembesar Kerajaan Gowa. Dalam rapat itu mereka bersepakat untuk mewujudkan ide Sang Raja, namun untuk mewujudkannya mengalami kesulitan, bagaimana bentuk dan makna huruf tersebut.
Saat kebingungan itulah muncul ide Daeng Pamatte yang merupakan Syahbandar (Sabannara) Dermaga Somba Opu. Ia memperhatikan burung-burung dari berbagai gaya, mulai dari gaya terbang dan berdiri. Dari hasil pengamatan itu terciptalah 18 huruf aksara lontarak yang kemudian diberi nama aksara jangang-jangang (jangang-jangang = burung-burung). (Monografi Kebudayaan Makassar di Sulawesi Selatan, 1994 ; 10), ada juga pendapat yang menyatakan, bahwa lontarak  jangang-jangang ini tercipta karena pengaruh dari pola bunyi dan aksara Sansekerta (A Moein MG, 1990 ; 14)
Kemudian ketika abad 16 saat Islam masuk di Gowa, aksara lontarak ketika itu mengalami perubahan bentuk, seperti huruf atau bilangan arab, seperti angka 1,2,3 dan seterusnya. Kemudian diberi makna dan jumlah tetap 18 huruf. Lontarak itu kemudian diberi nama lontarak bilang-bilang (bilang-bilang = hitungan)
Ketika memasuki abad 19 lontarak Makassar tersebut mengalami perkembangan, perubahan lontarak pada saat itu dapat diliat dari segi bentuk yang aksar lebih menyerupai bentuk makanan khas masyarakat Makassar yaitu ketupat yang bentuknya segi empat, namun dari bentuk segi empat tersebut sesungguhnya  erat kaitannya kepada falsafah Sulapak Appak (segi empat) bagi suku Makassar.
Dari perubahan bentuk aksara lontarak yang menyerupai belah ketupat, juga ditandai penambahan jumlah aksara  menjadi 19 huruf, yakni huruf  “H” , ini dikarenakan pengaruh Islam yang semakin kuat saat itu.
Baik aksara lontarak yang diciptakan Daeng Pamatte maupun lontarak bilang-bilang ataupun lontarak belah ketupat, dipakai untuk menulis berbagai macam kejadian dan peristiwa penting Kerajaan saat itu. Ini dapat dibuktikan dengan banyaknya penemuan buku-buku yang bertuliskan aksara lontarak yang berisikan banyak pengetahuan tentang jejak –jejak sejarah Kerajaan Gowa.
Dari kumpulan tulisan peristiwa yang telah ditemukan itu, kemudian dikenal dengan nama lontarak bilang Gowa –Tallo
Buku atau naskah lontarak itu kebanyakan menceritakan tentang kisah nabi, pelajaran agama, buku cerita rakyat, serta peristiwa yang terjadi setiap saat, mantra-mantra,do’a-do’a dan sebagainya.
///<<< Posting. Olank